HAK-HAK TERSANGKA

    Pasal 1 angka 20 KUHAP menjelaskan “penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Tujuan penangkapan adalah untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan/atau peradilan.

Menurut KUHAP, terdapat dua jenis penangkapan yang dapat dilakukan oleh penyidik, yakni :

1. Penangkapan dengan Surat Perintah

Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Yang dimaksud bukti permulaan yang cukup adalah sebagaimana disebutkan dalam SK Kapolri No. Pol. SKEP/04/I/1982 tanggal 18 Februari 1082, bukti permulaan yang cukup merupakan keterangan dan data yang terkandung dalam dual hal-hal berikut :
    - Laporan polisi;
    - Berita acara pemeriksaan polisi;
    - Laporan hasil penyelidikan;
    - Keterangan saksi/saksi ahli; atau
    - Barang bukti.

Penyelidikan yang dilakukan penyelidik harus tetap menghormati asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana bunyi penjelasan umum butir 3 huruf c KUHAP yaitu “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Penerapan asas praduga tak bersalah bertujuan untuk melindungi kepentingan hukum dan hak-hak tersangka dari kesewenang-wenangan kekuasaan para aparat penegak hukum.

Tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas, memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka, serta menyebutkan alasan penangkapan, uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan, dan tempat ia diperiksa. Penangkapan hanya dapat dilakukan 1 x 24 jam (satu hari).

Tembusan surat perintah penangkapan harus diberikan kepada keluarga tersangka segera setelah penangkapan dilakukan, serta harus dibuat berita acara penangkapan yang ditandatangani oleh petugas dan tersangka (orang yang ditangkap).

Apabila dalam melakukan penangkapan, tersangka berada di dalam rumah atau tempat tertutup lainnya, maka yang perlu dilakukan petugas adalah sebagai berikut :
  • Menunggu hingga tersangka keluar rumah.
  • Jika harus melakukan penggerebekan untuk melakukan penangkapan, harus ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. 
  • Memberikan peringatan terlebih dahulu sebanyak tiga kali. 
 
Penangkapan terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak akan dilakukan, kecuali jika telah dilakukan pemanggilan secara sah dua kali berturut-turut dan tersangka tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah. Dalam hali ini, alasan yang sah adalah alasan wajar dan patut yang berkaitan dengan keselamatan jiwa, gangguan akan kesehatan jasmani dan rohani, serta kewajiban terhadap pemenuhan nafkah keluarga yang mendesak.

2. Penangkapan tanpa Surat Perintah (Tertangkap Tangan)

Pasal 1 angka 19 KUHAP menjelaskan "tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa Ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu".

Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat.

Hak-hak tersangka yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penangkapan tanpa surat perintah/tertangkap tangan :
  • Untuk kepentingan pembelaan, tersangka berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama masa pemeriksaan. 
  • Penasihat hukum dan tersangka berhak saling berkomunikasi.
Sumber :
Cerdik & taktis menghadapi kasus hukum/rocky marbun, sh, mh; cet.1-jakarta: visimedia, 2010
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981